18.02
Kembali mencoba menulis fiksi
Hai, ini aku. Kamu mungkin sering melihatku, namun tak mengenalku.
Hari ini aku menjalani hari-hari seperti biasa. Diam, tanpa
banyak bergerak, dan selalu merasa bosan. Semester ganjil telah berlalu. Itu
artinya, akan semakin sedikit mahasiswa atau mahasiswi yang datang kemari. Semester
ganjil adalah saatnya mahasiswa angkatan atas mengerjakan tugas akhir mereka;
skripsi. Tapi karena semester ganjil sudah selesai maka musim mengerjakan
skripsi pun sudah lewat. Sekarang hanya tersisa mahasiswa-mahasiswi yang mungkin hanya mengerjakan tugas atau
membaca koran. Datang sebentar, lalu pergi lagi. Aku rindu ketika perpustakaan
ini ramai didatangi mahasiswa. Walaupun mereka sungguh ribut, tapi yang jelas
lebih baik daripada hari ini; Sepi. Kosong.
Aku sering mengeluh
kenapa aku diletakkan disini. Kenapa bukan di tempat yang lebih terbuka
sehingga banyak orang yang datang padaku. Tempat ini kurang menarik untuk
mahasiswa mengerjakan sesuatu. Aku sudah menyadari hal itu sejak dulu. Memang
sih, ada beberapa yang sering duduk disini. Tapi tidak banyak. Seperti yang
sudah aku jelaskan tadi, tempat ini terlalu tersembunyi, jauh dari meja besar
bahkan jauh dari rak jurnal. Sekarang mungkin kalian paham kenapa aku selalu
merasa bosan.
Tapi hari ini aku punya cerita menarik. Tetiba seorang
mahasiswi datang terengah-engah kepadaku. Bawaannya cukup banyak. Laptop, buku,
charger laptop, HP, dan setumpuk jurnal. Ini sih sudah pasti tipikal mahasiswa
akhir. Tapi aku jarang melihat dia disini. Atau mungkin, dia telat mengambil
skripsi? Entahlah yang jelas dia tampak kelelahan sekali. Semenit, dua menit
mahasiswi ini mengatur nafas sembari bersandar padaku. Memang tempat ini begitu
jauh jika harus berjalan kaki dari parkiran. Dan lagi, diluar udara cukup
panas. Rasanya aku ingin mengubah diriku menjadi sofa dan mengarahkan AC
padanya. Hari ini, baru dia yang mendatangiku. Rasanya bosanku bisa hilang.
Hapenya bergetar menandakan ada sms masuk. Belum sempat
mahasiswi ini membuka pesan, datang seorang lelaki yang rasanya aku tidak
asing. Pria itu duduk disebelahnya sambil meletakkan koran yang dia bawa.
Semakin aku perhatikan, aku semakin tidak asing dengan pria ini. Siapa ya?
Ah! Aku ingat sekarang. Dia adalah mahasiswa yang tempo hari
sering duduk disini hampir 4x seminggu.
Ya dia yang sering duduk diatasku persis. Aku ingat sekarang. Tapi mungkin
terakhir dia duduk disini, hmm, sudah cukup lama. Pasti skripsinya sudah
selesai. Wah senang sekali aku bertemu lagi dengannya. Dan aku tak menyangka
ternyata pria ini janjian untuk bertemu dengan mahasiswi ini disini. Di tempat
yang membosankan ini.
Sepuluh menit berlalu, mereka mulai terlibat obrolan yang
aku coba tangkap. Aku heran, Apa ini pertemuan awal mereka? Apa mereka tidak
pernah bertemu sebelumnya? Kenapa mahasiswi ini menggerak-gerakkan kakinya
dengan begitu cepat? Kenapa tiba-tiba aku merasa suhu disekitarku terasa semakin
hangat? Ah.. rasanya aku paham sekarang.
Dua puluh menit berlalu dan aku menyadari sesuatu. Mereka
berdua tidak benar-benar saling berhadapan atau bertatapan. Mengobrol tapi
tidak saling memandang satu sama lain. Hei, dimana serunya?! Rasanya aku ingin
berteriak, agar mereka saling berhadapan. Tapi sayang mereka tidak melakukan
itu. Pria itu sibuk dengan koran yang dia bawa, mahasiswi ini sibuk dengan buku
yang dia bawa. Rasanya aku gemas sekali. Tidak bisakah kalian mengobrol dengan lebih
akrab? Aku menunggu seharian untuk melihat hal yang lebih baik dari ini! Hish!
Tiga puluh lima menit berlalu, dan akhirnya pria itu pergi. Mereka
saling mengucapkan salam perpisahan singkat kemudian pria itu keluar dari
perpustakaan ini. Terdengar suara pintu perpustakaan menutup kemudian mahasiswi
ini sejenak menyandarkan badannya padaku. Apa dia merasa tegang selama 35menit
barusan? Tapi aku tidak merasakan adanya jantung yang berdebar darinya. Kenapa
dia sebenarnya?
Tidak lama kemudian dia mulai membuka laptopnya dan membuka
dokumen yang sering aku lihat; skripsi. Dan
aku mulai melakukan tugasku seperti biasanya: menjadi kursi perpustakaan yang
nyaman untuk mahasiswa.
Saatnya dia pergi
dari perpustakaan ini. Akhirnya satu-satunya mahasiswi yang menduduki ku hari
ini pun berdiri dan membereskan mejanya. Sebelum dia pergi, dia merapikan aku
dan menatapku dan kursi disebelahku sejenak. Dia tersenyum dan berkata padaku lirih
“saksi bisu..”
Aku bahagia. Mungkin aku memang hanya sebuah kursi yang
cukup berumur di tempat yang membosankan ini. Tapi aku senang menjadi bagian
dari sebuah kisah. Panggilan mahasiswi tadi buatku tidak buruk juga. Namun ada
hal yang dia mungkin tidak tahu..
Aku tidak sepenuhnya
bisu.
Jangan lupa, ini fiksi.
Antiikus
No comments:
Post a Comment