Saturday, April 26, 2014

Study Hard? Study Smart?

Saturday, April 26th, 2014
21:40 p.m.
write something.


Hey it's April 26th. Happy World Intellectual Property Day!
World Intellectual Property Day is observed annually on 26 April. The event was established by the World Intellectual Property Organization (WIPO) in 2000 to "raise awareness of how patents, copyright, trademarks and designs impact on daily life" and "to celebrate creativity, and the contribution made by creators and innovators to the development of societies across the globe" - Wikipedia

Hmm intermezzo sedikit skripsi saya pun tentang Intellectual Capital, tapi agaknya kurang seru ya kalo ngomongin tentang skripsi. Ya gimana, gitu-gitu aja. Sudahlah jangan dibahas.
Bicara tentang paten, hak cipta, kreatifitas sepertinya dekat hubungannya dengan apa yang kreator dan innovator lakukan selama ini; Belajar. Saya ingin beropini sedikit tentang kebiasaan belajar.

Kemarin saya sempat mengikuti acara Mata Najwa on Campus di GSP UGM yang pada saat itu menghadirkan pembicara-pembicara yang sangat menarik seperti: Sri Sultan Hamengkubuwono X, Mahfud MD, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Chairul Tanjung. saya tidak akan menceritakan seluruh hal dalam sesi diskusi atau bagaimana perjuangan saya untuk bisa masuk ke venue tapi lebih kepada beberapa point yang saya dapat dari kelima tokoh tersebut.

Kelima dari pembicara hari itu merupakan tokoh-tokoh intelek yang dimiliki bangsa ini. Konteks intelek disini bisa kalian artikan sebagai individu yang cerdas, memiliki banyak pengetahuan dalam bidangnya karena memang mereka menjadikan belajar itu sebagai habit bagi diri mereka sendiri. Sedikit mereka bercerita tentang masa lalu mereka saat masih menjadi mahasiswa. Mereka mencicipi berbagai titik di kota ini hanya sekedar untuk belajar dari pagi hingga sore. Mungkin jaman dahulu titik-titik itu disebut perpustakaan. Namun kini anak muda lebih sering menyebutnya kafe atau tempat nongkrong. Asal mereka menyediakan wifi gratis maka belajarlah mereka. Atau browsing.

Betapa aku seketika ingin juga mencicipi tempat-tempat yang disebutkan tadi untuk sekedar membaca koran atau mungkin mengerjakan skripsi. Seorang tokoh nasional bisa tercipta dari kota ini karena kegigihannya dan semangatnya dalam belajar, tidak lepas dari peran tempat-tempat yang nyaman untuk belajar di kota ini. Bersama orang-orang kesayangan tentunya. Ah, seandainya masih bisa kutemukan tempat yang seperti itu..

Buatku, perpustakaan kampus sudah cukup. Tapi ya hanya sekedar cukup. Saya sendiri bukan tipikal yang sering ke kafe untuk mengerjakan tugas atau berhubungan dengan akademik, because simply it's too contradict one another. Ya tapi ini subjektif, beda kepala beda opini. Kembali ke perpus kampus, tidak sedikit orang berkomentar "kenapa sih Ty nggak dikerjakan di rumah aja?" Sekarang aku tahu bahwa belajar tidak melulu soal paham atau tidak, bisa atau tidak, tapi bagaimana suasana belajarmu bisa membawamu untuk lebih semangat menambah wawasan, walau hanya sebentar, walau hanya sekedar membaca koran hari ini. 

Kemudian kelima tokoh tadi juga menjelaskan tujuan mereka belajar. FYI, kelima tokoh ini datang dari latar belakang pendidikan yang berbeda. Seorang adalah politikus dan budayawan, akademisi,  hakim, arsitek, dan pengusaha. Tujuan mereka untuk memiliki masa depan yang lebih baik pun berbeda-beda pula. Maka kemudian aku pun bertanya pada diri sendiri; Aku belajar untuk menjadi apa? Kepada siapa nanti ilmuku diberikan? 

Akhir-akhir ini saya lebih menikmati waktu dengan sedikit membaca artikel-artikel atau media yang menyajikan wawasan baru. Ya ilmu bisa datang darimana saja kan? Bahkan terkadang membaca artikel tentang pernikahan, isu-isu seputar gender bahkan politik yang dulu aku bener-bener awam sekarang aku coba baca satu persatu. Ketika semua temanku sibuk menjemput rezeki dengan mempersiapkan diri untuk rekruitmen, aku masih asik dengan berita-berita yang disajikan di media. Seorang awam ini menemukan hal-hal baru yang menyenangkan. Tetapi ya tetap saja masih awam, he he

Hakikatnya manusia di Bumi ya untuk menuntut ilmu. Tetapi bagaimana seseorang menginterpretasikan kata 'menuntut ilmu' itu sendiri terserah pada masing-masing individu. Bagaimana cara mereka dan apa tujuan mereka belajar, semua pasti punya alasan masing-masing. Yang jelas, belajar sesuatu hal, baik yang sudah menjadi passion atau mengeksplor sesuatu yang baru, tidak akan pernah menjadi suatu yang buruk. Jika ibadah adalah suatu investasi akhirat, belajar pasti adalah suatu  investasi dunia. Ya sudah semestinya begitu.

Bisa jadi lebih menyenangkan jika setiap individu yang mau belajar, tentang apapun, memiliki seorang partner yang sama-sama suka mencicipi nikmatnya belajar, tentang apapun.



Antykahfi