Monday, October 31, 2011

"Kenapa ia di sana?"

Senin, 31 Oktober 2011
20:36 PM
just wait ;)



Langit tak pernah curiga. Ia hanya melengkung di atas kita, di tengahnya matahari-seperti bola mata. Langit tidak pernah mengawasi langkah kaki kita, tak pernah risau apakah kita ke selatan atau utara. Langit suka berkaca pada bola matamu, yang tak letih... Menatapku, yang tak pernah berkejap seolah kawatir ia akan... Meninggalkanmu; di tengah kota yang selalu gelisah membincangkan cuaca.
 

Langit tak pernah mendengar keluhmu, “Kenapa ia di sana?”
 
(Sapardi Djoko Damono)



I found this words from Facebook status of my friend. Pertama kali baca, ngilu.
Aku suka kalimat terakhirnya; "Kenapa ia disana?"

Hari ini aku pulang seperti biasa sehabis maghrib dari kampus. Perjalanan 30 menit dari kampus-rumah kadang bikin di jalan kepikiran banyak hal. Entah kenapa hari ini aku lagi kepikiran tentang dia, The Thousand Miles Man. Seketika aku melihat langit malam dari balik kaca helmku. Ada bulan sabit. Pertanyaannya, apa benar kata orang, sejauh apapun kita, kita tetap akan melihat bulan yg sama? 
Apa dia melihat apa yang kulihat?

He don't even recognize me well. He might forget how I look like. He might forget what major I take. He never text me even call me. He never ask me anything. He don't know me at all. 
But. why. did. I. think. of. you. tonight.
 

Jadi, ketika langit mendengar keluhku "Kenapa ia disana?"
Langit mungkin dapat menjawab, "Karena semua akan menjadi lebih baik ketika ia di sana, dan kamu di sini."


Langit tak pernah curiga. Ia hanya melengkung di atas kita,

 
Hey you, how's your day there?
Antiikus.

No comments:

Post a Comment